BAB
I
PENDAHULUAN
I.
Permasalahan
Untuk mempelajari suatu agama, termasuk agama Islam
harus bermula dari mempelajari aspek geografis dan geografi persebaran
agama-agama dunia. Setelah itu dapat dipahami pula proses kelahiran Islam
sebagai salah satu dari agama dunia, terutama yang dilahirkan di Timur Tah,
yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Ketiganya dikenal sebagai agama langit atau
wahyu. Kedua hal itu, geografi persebaran dan persebaran agama itu sendiri.
Selanjutnya untuk dapat memahami proses perkembangan Islam sehingga menjadi
salah satu agama yang dianut oleh penduduk dunia yang cukup luas, harus
dikenali lebih dahulu tokoh penerimaan ajaran yang sekaligus menyebarkan ajaran
itu, yaitu Muhammad saw., sang pembawa risalah.
Keberhasilan proses Islamisasi di Indonesia ini
memaksa Islam sebagai pendatang, untuk mendapatkan simbol-simbol kultural yang
selaras dengan kemampuan penangkapan dan pemahaman masyarakat yang akan
dimasukinya dalam pengakuan dunia Islam. Langkah ini merupakan salah satu
watatk Islam yang pluralistis yang dimiliki semenjak awal kelahirannya.
II.
Rumusan
Masalah
Dari permasalahan diatas, berikut
merupakan rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini:
1. Proses
masuknya islam di Indonesia
2. Saluran
dan cara-cara Islamisasi di Indonesia
3. Perkembangan
Islam di Indonesia pada masa kerajaan
BAB II
KEDATANGAAN ISLAM DI INDONEIA DAN
PERADABANNYA
I.
Proses
Masuknya Islam di Indonesia
Kedatangan Islam di
berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula kerajaan-kerajaan
dan daerah-daerah yang didatanginya mempunyai situasi politik dan sosial budaya
yang berlainan. Proses masuknya Islam ke Indonesia memunculkan beberapa
pendapat. Para Tokoh yang mengemukakan pendapat itu diantaranya ada yang
langsung mengetahui tentang masuk dan tersebarnya budaya serta ajaran agama
Islam di Indonesia, ada pula yang melalui berbagai bentuk penelitian seperti
yang dilakukan oleh orang-orang barat (eropa) yang datang ke Indonesia karena
tugas atau dipekerjakan oleh pemerintahnya di Indonesia.
Ada dua faktor utama
yang menyebabkan Indonesia mudah di kenal oleh bangsa-bangsa lain, khususnya
oleh bangsa-bangsa di Timur Tengah dan Timur jauh sejak dahulu kala, yaitu:
1. Faktor
Letak Geografis Indonesia
Indonesia berada di
persimpangan jalan raya internasional dari jurusan timur tengah menuju Tiongkok[1]
melalui lautan dan jalan menuju Amerika dan Australia.
2. Faktor
Kesuburan Tanah
Indonesia mempunyai
kesuburan tanah yang menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup yang dibutuhkan
oleh bangsa-bangsa lain, misalnya: rempah-rempah.
Oleh
karena itulah maka tidak mengherankan jika masuknya Islam di Indonesia ini
terjadi tidak terlalu jauh dari zaman kelahirannya. Harus dibedakan antara
datangnya orang Islam yang pertama di Indonesia dengan permulaan pensyiaran
islam di Indonesia.
Sedangkan sumber-sumber pendukung Masuknya Islam di
Indonesia diantaranya adalah:
1. Berita
dari Arab
Berita ini diketahui dari pedagang Arab yang
melakukan aktivitas perdagangan dengan bangsa Indonesia. Pedagang Arab Telah
datang ke Indonesia sejak masa kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 M) yang menguasai
jalur pelayaran perdagangan di wilayah Indonesia bagian barat termasuk Selat
Malaka pada waktu itu. Hubungan pedagang Arab dengan kerajaan Sriwijaya
terbukti dengan adanya para pedagang Arab untuk kerajaan Sriwijaya dengan
sebutan Zabak, Zabay atau Sribusa.[2]
2. Berita
Eropa
Berita ini datangnya dari Marcopolo tahun 1292 M.
dia adalah orang yang pertama kali menginjakan kakinya di Indonesia, ketika dia
kembali dari cina menuju eropa melalui jalan laut. dia dapat tugas dari kaisar
Cina untuk mengantarkan putrinya yang dipersembagkan kepada kaisar Romawi, dari
perjalannya itu dia singgah di Sumatera bagian utara. Di daerah ini dia menemukan
adanya kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudera dengan ibukotanya Pasai.
[3]
3. Berita India
Berita ini menyebutkan bahwa para pedagang India
dari Gujarat mempunyai peranan penting dalam penyebaran agama dan kebudayaan
Islam di Indonesia. Karena disamping berdagang mereka aktif juga mengajarkan
agama dan kebudayaan Islam kepada setiap masyarakat yang dijumpainya, terutama
kepada masyarakat yang terletak di daerah pesisisr pantai.[4]
4. Berita
Cina
Berita ini diketahui melalui catatan dari Ma Huan,
seorang penulis yang mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho. dia menyatakan
melalui tulisannya bahwa sejak kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar
Islam yang bertempat tinggal di pantai utara Pulai Jawa. T.W. Arnol pun
mengatakan para pedagang Arab yang menyebarkan agama Islam di Nusantara, ketika
mereka mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijrah atau
abad ke-7 dan ke-8 M. Dalam sumber-sumber Cina disebutkan bahwa pada abad ke-7
M seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim di
pesisir pantai Sumatera (disebut Ta’shih).[5]
5. Sumber
dalam Negeri
Terdapat sumber-sumber dari dalam negeri yang
menerangkan berkembangnya pengaruh Islam di Indonesia. Yakni Penemuan sebuah
batu di Leran (Gresik). Batu bersurat itu menggunakan huruf dan bahasa Arab,
yang sebagian tulisannya telah rusak. Batu itu memuat tentang meninggalnya
seorang perempuan yang bernama Fatimah Binti Maimun (1028). Makam Sultan
Malikul Saleh di Sumatera Utara yang meninggal pada bulan Ramadhan tahun 676 H
atau tahun 1297 M. Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang wafat tahun
1419 M. Jirat makan didatangkan dari Guzarat dan berisi tulisan-tulisan Arab.[6]
II.
Saluran
dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia
Kedatangan Islam ke Indonesia dan penyebarannya
kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai.
Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu:
1. Saluran
Perdagangan
Diantara saluran
Islamisasi di Indonesia pada taraf permulaannya ialah melalui perdagangan. Hal
ini sesuia dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad-7 sampai abad ke-16,
perdagangan antara negeri-negeri di bagian barat, Tenggara dan Timur benua Asia
dan dimana pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia, India) turut serta
menggambil bagiannya di Indonesia. Penggunaan saluran islamisasi melalui
perdagangan itu sangat menguntungkan. Hal ini menimbulkan jalinan di antara
masyarakat Indonesia dan pedagang.
Dijelaskan di sini
bahwa proses islamisasi melalui saluran perdagangan itu dipercepat oleh situasi
dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir berusaha
melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan
dan perpecahan. Secara umum Islamisasi melalui perdagangan itu dapat
digambarkan sebagai berikut:
Para pedagang yang
berdatangan diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik untuk sementara maupun
untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi
perkampungan-perkampungan. Perkampungan pedagang Muslim dari negeri-negeri
asing disebut Pekojan.
2. Saluran
Perkawinan
Perkawinan merupakan
salah satu dari saluran-saluran Islamisasi yang paling memudahkan. Karena
ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir batin, tempat mencari kedamaian
diantara dua individu. Kedua individu yauitu suami isteri membentuk keluarga
yang justru menjadi inti masyarakat. Dalam hal ini berarti membentuk masyarakat
muslim.
Saluran Islamisasi
melalui perkawinan yakni antara pedagang atau saudagar dengan wanita pribumi
juga merupakan bagian yang erat berjalinan dengan Islamisasi. Jalinan baik ini
kadang diteruskan dengan perkawinan antara putri kaum pribumi dengan para
pedagang Islam. Melalui perkawinan inilah terlahir seorang muslim. Dari sudut
ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada
kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan,
tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka
diislamkan terlebih dahulu. Setelah setelah mereka mempunyai kerturunan, lingkungan
mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah, dan
kerajaan-kerajaan muslim.[7]
3. Saluran
Tasawuf
Tasawuf merupakan salah satu saluran yang penting
dalam proses Islamisasi. Tasawuf termasuk kategori yang berfungsi dan membentuk
kehidupan sosial bangsa Indonesia yang meninggalkan bukti-bukti yang jelas pada
tulisan-tulisan antara abad ke-13 dan ke-18. hal itu bertalian langsung dengan
penyebaran Islam di Indonesia.20 Dalam hal ini para ahli tasawuf hidup dalam
kesederhanaan, mereka selalu berusaha menghayati kehidupan masyarakatnya dan
hidup bersama di tengah-tengah masyarakatnya. Jalur tasawuf, yaitu proses
islamisasi dengan mengajarknan teosofi dengan mengakomodir nilai-nilai budaya
bahkan ajaran agama yang ada yaitu agama Hindu ke dalam ajaran Islam, dengan
tentu saja terlebih dahulu dikodifikasikan dengan nilai-nilai Islam sehingga
mudah dimengerti dan diterima.[8]
4. Saluran
Pendidikan
Para ulama, guru-guru agama, raja berperan besar
dalam proses Islamisasi, mereka menyebarkan agama Islam melalui pendidikan
yaitu dengan mendirikan pondok-pondok pesantren merupakan tempat pengajaran
agama Islam bagi para santri. Pada umumnya di
pondok pesantren ini diajarkan oleh guru-guru agama, kyai-kyai,
atau
ulama-ulama. Mereka setelah belajar ilmu-ilmu agama dari berbagai kitab-kitab,
setelah
keluar dari suatu pesantren itu maka akan kembali ke masingmasing kampung atau
desanya untuk menjadi tokoh keagamaan, menjadi kyai yang menyelenggarakan
pesantren lagi. Semakin terkenal kyai yang mengajarkan semakin terkenal
pesantrennya, dan pengaruhnya akan mencapai radius yang lebih jauh lagi.[9]
5. Saluran
Kesenian
Saluran Islamisasi melalui seni seperti seni
bangunan, seni pahat atau ukir, seni tari, musik dan seni sastra. Misalnya pada
seni bangunan ini telihat pada masjid kuno Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan
di Cirebon, masjid Agung Banten, Baiturrahman di Aceh, Ternate dan sebagainya.
Contoh
lain dalam seni adalah dengan pertunjukan wayang, yang
digemari oleh masyarakat. Melalui cerita-cerita wayang itu disisipkan ajaran
agama Islam. Seni gamelan juga dapat mengundang masyarakat untuk melihat
pertunjukan tersebut. Selanjutnya diadakan dakwah keagamaan Islam.[10]
6. Saluran
Politik
Pengaruh kekuasan raja sangat berperan besar dalam
proses Islamisasi. Ketika seorang raja memeluk agama Islam, maka rakyat juga
akan mengikuti jejak rajanya. Rakyat memiliki kepatuhan yang sangat tinggi dan
raja sebagai panutan bahkan menjadi tauladan bagi rakyatnya. Misalnya di
Sulawesi Selatan dan Maluku, kebanyakan rakyatnya masuk Islam setelah rajanya
memeluk agama Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu
tersebarnya Islam di daerah ini.
Dari berbagai saluran dan cara penyebaran diatas,
para wali merupakan salah satu penyebar agama islam yang menerapkan cara-cara
tersebut. Para wali yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia
dikenal dengan sebutan Wali Songo. Para wali itu adalah sebagai berikut[11]:
1. Maulana
Malik Ibrahim yang kabarnya berasal dari Persia dan kemudian berkedudukan di
Gresik.
2. Sunan
Ngampel yang semula bernama Raden Rakhmat berkedudukan di Ngampel (Ampel),
dekat Surabaya.
3. Sunan
Bonang yang semula bernama Makdum Ibrahim, putra Raden Rakhmat dan berkedudukan
di Bonang, dekat Tuban.
4. Sunan
Drajat yang semula bernama Masih Munat juga putra Raden Rakhmat yang
berkedudukan di Drajat dekat Sedayu (Surabaya).
5. Sunan
Giri yang semula bernama Raden Paku, murid Sunan Ngampel berkedudukan di bukit
Giri Gresik.
6. Sunan
Muria yang berkedudukan di Gunung Muria di daerah Kudus.
7. Sunan
Kudus yang semula bernama Udung berkedudukan di Kudus.
8. Sunan
Kalijaga yang semula bernama Joko Said berkedudukan di Kadilangu dekat Demak.
9. Sunan
Gunung Jati yang semula bernama Fatahillah atau Faletehan yang berasal dari
Samudera Pasai dan menetap di Gunung Jati dekat Cirebon.
III.
Perkembangan
Islam di Indonesia pada Masa Kerajaan
Islam dimulai di
wilayah ini lewat kehadiran Individu-individu dari Arab, atau dari penduduk
asli sendiri yang telah memeluk Islam. Dengan usaha mereka. Islam tersebar
sedikit demi sedikit dan secara perlahan-lahan. Langkah penyebaran islam mulai
dilakukan secara besar-besaran ketika dakwah telah memiliki orang-orang yang khusus
menyebarkan dakwah. Setelah fase itu kerajaan-kerajaan Islam mulai terbentuk di
kepulauan ini. Diantara kerajaan-kerajaan terpenting adalah sebagai berikut:
1. Kerajaan
Malaka (803-917 H/1400-1511M)
Malaka dikenal sebagai
pintu gerbang Nusantara. Sebutan ini diberikan mengingat peranannya sebagai
jalan lalulintas bagi pedagang-pedagang asing yang berhak masuk dan keluar
pelabuahan-pelabuhan Indonesia. Letak geografis Malaka sangat menguntungkan,
yang menjadi jalan sialng anntara AsiaTimur dan asia Barat. Dengan letak
geografis yang demikian membuat Malaka menjadi kerajaan yang berpengaruh atas
daerahnya.
Setelah Malaka menjadi
kerajaan Islam, para pedagang, mubaligh, dan guru sufi dari negeri Timur Tengah
dan India makin ramai mendatangi kota Bandar Malaka. Dari bandar ini, Islam di
bawa ke pattani dan tempat lainnya di semenanjung seperti Pahang, Johor dan
perlak.
Kesultanan Malaka mempunyai pengaruh di daerah
Sumatera dan sekitarnya, dengan mempengaruhi daerah-daerah tersebut untuk masuk
Islam seperti: Rokan Kampar, India Giri dan Siak. Dan kesultanan Malaka
merupakan pusat perdagangan Internasional antara Barat dan Timur, pelabuhan
transit. Maka dengan didudukinya Kesultanan Malaka oleh Portugis tahun 1511,
maka kerajaan di Nusantara menjadi tumbuh dan berkembang karena jalur Selat
Malaka tidak digunakan lagi oleh pedagang Muslim sebab telah diduduki oleh
Portugis.[12]
2. Kerajaan
Aceh (920-1322 H/1514-1904 M)
Pada abad ke-16, Aceh mulai memegang peranan penting
dibagin utara pulau Sumatra.39 Pengaruh Aceh ini meluas dari Barus di sebelah
utara hingga sebelah selatan di daerah Indrapura. Indrapura sebelum di bawah
pengaruh Aceh, yang tadinya merupakan daerah pengaruh Minangkabau. Yang menjadi
pendiri kerajaan Aceh adalah Sultan Ibrahim (1514-1528), dia berhasil
melepaskan Aceh dari Pidie. Aceh menerima Islam dari Pasai yang kini menjadi
bagian wiliyah Aceh dan pergantian agama diperkiraan terjadi mendekati
pertengahan abad ke-14.[13]
Kejayaan kerajaan Aceh pada puncaknya ketika
diperintahkan oleh Iskandar Muda. dia mampu menyatukan kembali wilayah yang
telah memisahkan diri dari Aceh ke bawah kekuasaannya kembali. Pada masanya
Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir Timur dan Barat Sumatera. Dari Aceh
tanah Gayo yang berbatasan di Islamkan, juga Minangkabau. Dimasa
pemerintahannya, Sultan Iskandar muda tidak bergantung kepada Turki Usmani.
Untuk mengalahkan Portugis, Sultan kemudian bekerjasama dengan musuh Portugis,
yaitu Belanda dan Inggris.
3. Kerajaan
Demak ( 918- 960 H/ 1512-1552 M)
Di Jawa Islam di sebarkan oleh para wali songo (wali
sembilan), mereka tidak hanya berkuasa dalam lapangan keagamaan, tetapi juga
dalam hal pemerintahan dan politik, bahkan sering kali seorang raja seolah-olah
baru sah seorang raja kalau dia sudah diakui dan diberkahi wali songo. Para
wali menjadikan Demak sebagai pusat penyebaran Islam dan sekaligus
menjadikannya sebagai kerajaan Islam yang menunjuk Raden Patah sebagai Rajanya.
Kerajaan ini berlangsung kira-kira abad 15 dan abad 16 M. Di samping kerajaan
Demak juga berdiri kerajaan-kerajaan Islam lainnya seperti Cirebon, Banten dan
Mataram.
Perkembangan dan kemajuan Islam di pulau Jawa ini
bersamaan dengan melemahnya posisi raja Majapahit.
Hal
ini memberi peluang kepada raja-raja Islam pesisir untuk membangun
pusat-pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah bimbingan spiritual Sunan
Kudus, meskipun bukan yang tertua dari wali Songo. Demak akhirnya berhasil
menggantikan Majapahit sebagai keraton pusat[14].
Kerajaan
Demak menempatkan pengaruhnya di pesisir utara Jawa Barat itu tidak dapat dipisahkan
dari tujuannya yang bersifat politis dan ekonomi. Politiknya adalah untuk mematahkan
kerajaan Pajajaran yang masih berkuasa di daerah pedalaman, dengan Portugis di
Malaka.
4. Kerajaan
Banten (960-1096 H/1552-1684 M)
Banten merupakan
kerajaan Islam yang mulai berkembang pada abad ke-16, setelah pedagang-pedagang
India, Arab, persia, mulai menghindarai Malaka yang sejak tahun 1511 telah
dikuasai Portugis. Dilihat dari geografinya, Banten, pelabuhan yang penting dan
ekonominya mempunyai letak yang strategis dalam penguasa Selat Sunda, yang
menjadi uratnadi dalam pelayaran dan perdagangan melalui lautan Indoneia di
bagian selatan dan barat Sumatera. Kepentingannya sangat dirasakan terutama
waktu selat Malaka di bawah pengawasan politik Portugis di Malaka.
Sejak sebelum kedatangan Islam, ketika berada di
bawah kekuasaan raja-raja Sunda (dari Pajajaran), Banten sudah menjadi kota
yang berarti. Pada tahun 1524 Sunan Gunung Jati dari Cirebon, meletakan dasar
bagi pengembangan agama dan kerajaan Islam serta bagi perdagangan orang-orang
Islam di sana.[15]
Kerajaan Islam di Banten yang semula kedudukannya di
Banten Girang dipindahkan ke kota Surosowan, di Banten lama dekat pantai.
Dilihat dari sudut ekonomi dan politik, pemindahan ini dimaksudkan untuk memudahkan
hubungan antara pesisir utara Jawa dengan pesisir Sumatera, melalui selat sunda
dan samudra Indonesia. Situasi ini berkaitan dengan kondis politik di Asia
Tenggara masa itu setelah malaka jatuh ke tangan Portugis, para pedagang yang
segan berhubungan dengan Portugis mengalihkan jalur pelayarannya melalui Selat
Sunda. Tentang keberadaan Islam di Banten, Tom Pires menyebutkan, bahwa di daerah
Cimanuk, kota pelabuhan dan batas kerajaan Sunda dengan Cirebon, banyak dijumpai
orang Islam. Ini berarti pada akhir abad ke-15 M diwilayah kerajaan Sunda Hindu
sudah ada masyarakat yang beragama Islam.
5. Kerajaan
Goa (Makasar) (1078 H/1667 M)
Kerajaan yang bercorak Islam di Semenanjung Selatan
Sulawesi adalah Goa-Tallo, kerajaan ini menerima Islam pada tahun 1605 M.
Rajanya yang terkenal engan nama Tumaparisi-Kallona yang berkuasa pada akhir
abad ke-15 dan permulaan abad ke-16. dia adalah memerintah kerajaan dengan
peraturan memungut cukai dan juga mengangkat kepala-kepala daerah.
Kerajaan Goa-Tallo menjalin hubungan dengan Ternate
yang telah menerima Islam dari Gresik/Giri. Penguasa
Ternate mengajak penguasa Goa-tallo untuk masuk agama Islam, namun gagal. Islam
baru berhasil masuk di Goa-Tallo pada waktu datuk ri Bandang datang ke kerajaan
Goa-Tallo. Sultan Alauddin adalah raja pertama yang memeluk agama Islam tahun
1605 M.
Kerajaan Goa-Tallo mengadakan ekspansi ke Bone tahun
1611, namun ekspansi itu menimbulkan permusuhan antara Goa dan Bone.
Penyebaran
Islam yang dilakukan oleh Goa-Tallo berhasil, hal ini merupakan tradisi yang
mengharuskan seorang raja untuk menyampaikan hal baik kepada yang lain.
Seperti
Luwu, Wajo, Sopeng, dan Bone. Luwu terlebih dahulu masuk Islam, sedangkan Wajo
dan
Bone
harus
melalui peperangan dulu. Raja Bone yang pertama masuk Islam adalah yang dikenal
Sultan Adam.[16]
6. Kerajaan
Maluku
Kerajaan Maluku terletak dibagian daerah Indonesia
bagian Timur. Kedatangan Islam keindonesia bagian Timur yaitu ke Maluku, tidak
dapat dipisahkan dari jalan perdagangan yang terbentang antara pusat lalu
lintas pelayaran Internasional di Malaka, Jawa dan Maluku. Diceritakan bahwa
pada abad ke-14 Raja ternate yang keduabelas, Molomateya, (1350-1357)
bersahabat baik dengan orang Arab yang memberikan petunjuk bagaimana pembuatan
kapal-kapal, tetapi agaknya bukan dalam kepercayaan. Manurut tradisi setempat,
sejak abad ke-14 Islam sudah datng di daerah Maluku. Pengislaman di daerah
Maluku, di bawa oleh maulana Husayn. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan
Marhum di Ternate.
Tentang masuknya Islam ke Maluku, Tome Pires
mengatakan bahwa kapal-kapal dagang dari Gresik ialah milik Pate Cucuf. Raja
ternate yang sudah memeluk Islam bernama Sultan Bem Acorala, dan hanyalah raja
ternate yang disebut sultan sedang yang lainnya digelari raja. Dijelaskan bahwa
dia sedang berperang dengan mertuanya yang menjadi raja Tidore yang bernama
Raja Almancor. Di Banda, Hitu, Maluku dan Bacan sudah terdapat masyarakat
Muslim. Di daerah Maluku itu raja yang mula-mula masuk Islam sebagaimana
dijelaskan Tome Pires sejak kira-kira 50 tahun yang lalu, berarti antara
1460-1465.
BAB III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Dari hasil makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses
masuknya islam di Indonesia
Ada dua faktor utama yang
menyebabkan Indonesia mudah di kenal oleh bangsa-bangsa lain, yaitu:
a. Faktor
letak geografis Indonesia
b. Faktor
kesuburan tanah
Sedangkan sumber-sumber
pendukung Masuknya Islam di Indonesia diantaranya adalah:
1. Berita
dari Arab
2. Berita
dari Eropa
3. Berita
dari India
|
4.
Berita dari Cina
5.
Berita dari dalam Negeri
|
2. Saluran
dan cara-cara Islamisasi di Indonesia
Saluran-saluran
Islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu:
1. Saluran
perdagangan
2. Saluran
Perkawinan
3. Saluran
Tasawuf
|
4. Saluran
Pendidikan
5. Saluran
Kesenian
6. Saluran
Politik
|
3. Perkembangan
Islam di Indonesia pada masa kerajaan
Pada masa penyebaran
Islam kerajaan-kerajaan Islam mulai terbentuk di kepulauan Nusantara. Diantara
kerajaan-kerajaan terpenting adalah sebagai berikut:
1. Kerajaan
Malaka
2. Kerajaan
Aceh
3. Kerajaan
Demak
|
4.
Kerajaan Banten
5.
Kerajaan Goa (Makasar)
6.
Kerajaan Maluku
|
REFERENSI
A.
Hasymy, (Ed.), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia,
Almaarif, Jakarta 1989
Badri
Yatim, Sejarah Islam di Indonesia,
Depag, Jakarta, 1998.
Busman
Edyar, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Asatruss, Jakarta, 2009.
Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2008.
Dra.
Zuhairani, dkk., Sejarah Pendidikan Islam,
Bumi Aksara, Jakarta, 2006
K.H.
Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan
Islam dan Perkembanganya di Indonesia,
Taufik
Abdullah dan Sharon Siddique (Ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia
Tenggara, LP3ES, Jakarta, 1989
[1] K.H. Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembanganya
di Indonesia, hal. 194
[2]
Busman
Edyar, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Asatruss, Jakarta, 2009, hlm. 207
[3] Ibid., hlm 195
[4]
Badri
Yatim, Sejarah Islam di Indonesia, Depag, Jakarta, 1998, hlm. 30
[5]
Busman
Edyar, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Asatruss, Jakarta,
2009, hlm. 187
[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, Raja Grafindo Press, Jakarta, 2007, hlm. 191-192
[7]
Ibid., hlm 202
[8] Busman Edyar, dkk (Ed), op.cit,
hlm. 208
[9] Badri Yatim, op.cit., hlm.
203
[12] Busman Edyar, dkk (Ed.), op.cit.,
hlm. 191
[13] Badri Yatim, op.cit., hlm.
209
[14]
Taufik
Abdullah dan Sharon Siddique (Ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia
Tenggara, LP3ES, Jakarta, 1989, hlm. 73
[15] Badri Yatim, op.cit., hlm.
217
Kudus ya kuliah dimana?
BalasHapus