BAB
1
PENDAHULUAN
I.
PERMASALAHAN
Perkembangan ilmiah telah maju dengan pesat dan cahayanya
pun telah menyapu segala keraguan yang selama ini merayap dalam diri manusia
mengenai roh yang ada di balik materi. Ilmu matrealistis yang metakkan sebagian
besar yang ada dibawah percobaan dan eksperimen percaya terhadap dunia Ghoib
yang berada dibalik dunia nyata ini, dan percaya pula bahwa alam Ghaoib itu
lebih rumit dan lebih dalam dari pada alam nyata dan sebagian penenemuan modern
yang membimbing pikiran manusia menyembunyikan rahasia yang samar yang
hakikatnya tidak bisa dipahami oleh ilmu itu sendiri.
perkembangan ilmiyah yang dimaksudkan dri pendahuluan di
atas adalah Al-Qur’an yang mnjadi cahaya terang untuk keidupan manusia didunia.
Dari pendahuluan di atas kami mencoba untuk mempelajari tentang pewahyuan
Al-Qur’an dan Makkiyah Madaniyyah agar dapat membantu pemahaman kita tentang
kebenarannya.
II. RUMUSAN
MASALAH
Melirik dari judul makalah yang akan dipresentasikan, kami
berusaha untuk tidak melenceng dari apa yang akan kami bahas. berikut rumusan masalah:
1.
Pewahyuan
Al-Qur’an
a.
Pengertian
wahyu
b.
Wahyu
Al-Qur’an
c.
Kebenaran
Al-Qur’an
d.
Keraguan
orang-orang yang ingkar terhadap wahyu
2.
Makkiyah
dan Madaniyah
a.
Faedah
mengetahui makki dan madani
b.
Makki
dan Madani serta perbedaanya
c.
Ciri-ciri
ayat Makkiyah dan Madaniyah
d.
Ayat-ayat
Makkiyah dan Madaniyah
BAB
2
PEWAHYUAN AL-QUR’AN
DAN MAKKIYAH MADANIYAH
I.
PEWAHYUAN AL-QUR’AN
Rasul kita Muhammad SAW bukanlah rasul pertama yang
diberi wahyu. Allah juga telah memberikan wahyu kepada rasul-rasul sebelumnya.
seperti wahyu yang diturunkan kepadanya pada (QS4. An Nisaa' ayat 163-164)
!$¯RÎ) !$uZøym÷rr& y7øs9Î) !$yJx. !$uZøym÷rr& 4n<Î) 8yqçR z`¿ÍhÎ;¨Z9$#ur .`ÏB ¾ÍnÏ÷èt/ 4 !$uZøym÷rr&ur #n<Î) zOÏdºtö/Î) @Ïè»yJóÎ)ur t,»ysóÎ)ur z>qà)÷ètur ÅÞ$t6óF{$#ur 4Ó|¤Ïãur z>qr&ur }§çRqãur tbrã»ydur z`»uKøn=ßur 4 $oY÷s?#uäur y¼ãr#y #Yqç/y ÇÊÏÌÈ Wxßâur ôs% öNßg»oYóÁ|Ás% øn=tã `ÏB ã@ö6s% Wxßâur öN©9 öNßgóÁÝÁø)tR øn=tã 4 zN¯=x.ur ª!$# 4ÓyqãB $VJÎ=ò6s? ÇÊÏÍÈ
“Sesungguhnya
Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu
kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu
(pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub,
Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur kepada Daud. Dan (kami telah
mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu
dahulu, dan Rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan
Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.”
Dengan demikian, maka Wahyu yang diturunkan kepada
Muhammad itu bukanlah suatu hal yang menimbulkan rasa heran. Oleh sebab itu
Allah mengingkari rasa heran ini bagi orang-orang yang berakal.[1]
1. Pengertian
Wahyu
Wahyu secara sistematik berarti “isyarat yang cepat
(termasuk bisikan di dalam hati/ilham), surat, tulisan dan sesuatu yang
disampaikan kepada orang lain untuk diketahui. Di Al-Qur’an sendiri wahyu
digunakan dalam beberapa pengertian, seperti “isyarat” (Q.S. Maryam/9: 11),
“pemberitahuan secara rahasia” (Q.S. Al-An’am/6: 112), “perundingan yang jahat
dan bersifat rahasia” (Q.S. Al-An’am/6: 121), “ilham yang diberikan kepada
binatang” (Q.S. An-Nahl/16: 68) dan “ ilham yang diberikan kepada Manusia”
(Q.S. Al-Qashash/28: 7).[2]
Secara etimologi, wahyu adalah pengetahuan yang didapat
seseorang didalam dirinya serta diyakininya bahwa pengetahuan itu datang dari
Allah, baik dengan perantara, dengan suara atau tanpa suara, maupun tanpa
perantara. Dengan kata lain, pengertian wahyu secara istilah dengan pengertia
bahasa sangatlah berbeda. Jadi, wahyu tidak sama dengan ilham, kasyaf
(peglihatan batin), perasaan dalam jiwa dan lain sebagainya.[3]
Dalam pengertian ini, dapat dilhat dalam firman Allah Q.S.
Al-Syu’ra/42: 51 sebagai berikut:
$tBur tb%x. A|³u;Ï9 br& çmyJÏk=s3ã ª!$# wÎ) $·ômur ÷rr& `ÏB Ç!#uur A>$pgÉo ÷rr& @Åöã Zwqßu zÓÇrqãsù ¾ÏmÏRøÎ*Î/ $tB âä!$t±o 4 ¼çm¯RÎ) ;Í?tã ÒOÅ6ym ÇÎÊÈ
“Dan tidak mungkin bagi seorang
manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu
atau dibelakang tabir*, atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu
diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia
Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”[4]
*Di belakang tabir artinya ialah seorang dapat mendengar
kalam Ilahi akan tetapi Dia tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi kepada
Nabi Musa a.s.
Dari firman diatas dapat dikeahui bahwa wahyu yang
dikaruniakan kepada manusia ada tiga macam:
a.
Pewahyuan
yang pertama adalah wahyu dalam arti bahasanya yang asli, yaitu isyarat yang
cepat. Dalam hal ini, wahyu adalah kebenaran yang disampaikan dalam kalbu atau
jiwa seseorang tanpa terlebih dahulu timbul pemikiran dan kebenaran itu menjadi
terang bagi yang bersangkutan.[5]
b.
Pewahyuan
yang kedua adalah dari belakang tirai, artinya kalam Allah yang disampaikan
kepada seorang nabi dari belakang hijab, sebagaimana Allah memanggil nabi Musa
dari belakang sebuah pohon dan ia mendengar panggilan itu.
c.
Pewahyuan
yang ketiga adalah pengkabaran dari Tuhan melalui utusan (malaikat Jibril).
Pewahyuan ini adalah bentuk whyu yang paling tinggi.
2. Wahyu
Al-Qur’an
Al-qur’an secara keseuruhan diturunkan dalam bentuk
wahyu. Artinya, Al-Qur’an tidak mengandung wahyu lain, sehingga dapat dikatakan
bahwa Al-qur’an merupakan wahyu yang paling tinggi. [6]Dalam
Q.S. Al-Syu’ara’/26: 192-196 Allah berfirman:
¼çm¯RÎ)ur ã@Í\tGs9 Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÒËÈ tAttR ÏmÎ/ ßyr9$# ßûüÏBF{$# ÇÊÒÌÈ 4n?tã y7Î7ù=s% tbqä3tGÏ9 z`ÏB tûïÍÉZßJø9$# ÇÊÒÍÈ Ab$|¡Î=Î/ <cÎ1ttã &ûüÎ7B ÇÊÒÎÈ ¼çm¯RÎ)ur Å"s9 Ìç/ã tûüÏ9¨rF{$# ÇÊÒÏÈ
“Dan Sesungguhnya Al Quran ini
benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh
Al-Amin (Jibril). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di
antara orang-orang yang memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang jelas. Dan
Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar (tersebut) dalam Kitab-Kitab orang yang
dahulu.”[7]
3. Kebenaran
Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Al-qur’an sepenuhnya
berasal dari Tuhan dan tidak ada sedikitpun campur tangan Nabi Muhammad SAW.
Allah bahkan mengancam Nabi Muhammad apabila beliau mengada-ada isi di dalam
Al-Qur’an.[8]
Dalam Q.S. Al-Haqqah/69: 43-47 Allah berfirman:
×@Í\s? `ÏiB Éb>§ tûüÏHs>»yèø9$# ÇÍÌÈ öqs9ur tA§qs)s? $oYøn=tã uÙ÷èt/ È@Ír$s%F{$# ÇÍÍÈ $tRõs{V{ çm÷ZÏB ÈûüÏJuø9$$Î/ ÇÍÎÈ §NèO $uZ÷èsÜs)s9 çm÷ZÏB tûüÏ?uqø9$# ÇÍÏÈ $yJsù Oä3ZÏB ô`ÏiB >tnr& çm÷Ztã tûïÌÉf»ym ÇÍÐÈ
“Ia adalah wahyu yang diturunkan
dari Tuhan semesta alam. Seandainya Dia (Muhammad) Mengadakan sebagian
Perkataan atas (nama) Kami. Niscaya benar-benar Kami pegang Dia pada tangan
kanannya*. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka
sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari
pemotongan urat nadi itu.”[9]
*Maksudnya:
Kami beri tindakan yang sekeras-kerasnya.
Sementara itu, Nabi sendiri juga melarang para sahabat
menulis teks-teks selain Al-qur’an, larangan itu dimaksudkan agar ayat-ayat
Al-Qur’an tidak bercampur dengan teks-teks lain terutama hadits Nabi.
Terpeliharanya keaslian kitab suci Al-Qur’an itu sesuai
dengan penegasan Allah SWT sendiri di dalam Q.S. Al-Hijr/15: 9 sebagai berikut:
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
“Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya*.”[10]
*Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan
kemurnian Al Quran selama-lamanya.
4. Keraguan
Orang-Orang yang Ingkar Terhadap Wahyu
Orang-orang jahilliyah baik yang lama maupun yang modern
selalu berusaha untuk menimbulkan keraguan mengenai wahyu dengan sikap keras
kepala dan sombong. Keraguan demikian itu lemah sekali dan tidak dapat
diterima.[11]
a.
mereka
mengira bahwa Al-Qur’an berasal dari pribadi Nabi Muhammad (dengan menciptakan
maknanya dan dia sendiri pula yang menyusun “bentuk gaya bahasanya”), Qur’an
itu bukanlah wahyu. Ini adalah sangkaan yang batil.
b.
orang-orang
Jahilliayah dahulu dan sekarang, menyangka bahwa Rasulullah SAW mempunyai ketajaman
otak, kedalaman penglihatan, ketajaman firasat, kecerdikan yang hebat,
kejernihan jiwa dan renungan yang benar, yang menjadikannya memahami
ukuran-ukuran yang baik dan yang buruk, benar dan salah melalui ilham
(inspirai), serta mngenali perkara-perkara yang rumit, sehingga Al-Qur’an itu
tidak lain adalah hasil penalaran intelektual dan pemahaman yang diungkap
Muhammad SAW dengan gaya bahasa dan retorikanya.
c.
orang-orang
Jahilliyah dahulu dan sekarang menyangka bahwa Muhammad telah menerima ilmu-ilmu
Qur’an dari seorag guru.
II. MAKKIYAH
DAN MADANIYAH
Agak sulit melacak dan mengidentifikasi scara pasti
ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah karena urutan tertib ayat tidak mengikuti
kronologi turunnya ayat, tetapi berdasar petunjuk nabi. Koleksi Mushaf para
sahabat yang awalnya ditulis berdasarkan urutan kronologi turunnya ayat,
semuanya telah dibakar setelah tim penyusun Al-Qur’an yang dibentuk Utsman
menyelesaikan tugasnya. pembakaran Mushaf para sahabat ini dianggap sebagai
kerugian intelektual karena dengan demikian menjadi sulit melacak kronologi
ayat berdasar waktu turunnya.
Yang terpenting dipelajari para ulama’ dlam pembahasan
kali ini adalah surah yang diturnkan di Mekkah, surah yang diturunkan di
Madinah, yang diperseliihkan, ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, surah yang
diturunkan di Mekkah tapi hukumnya Madani, surat yang diturunkan di Madinah
tapi hukumnya Makki, yang serupa diturunkan di Mekkah (Makki) dalam kelompok
Madani, yang serupa diturunkan di Madinah (Madani) dalam kelompok Makki, yang
dibawa dari Mekkah ke Madinah, yang dibawa dari Madinah ke Mekkah, yang
diturunkan pada waktu malam dan siang, yang iturunkan pada musim panas dan
dingin, yang diturunkan pada waktu menetap dan perjalanan. Inilah macam-macam
ilmu Al-Qur’an yang pokok, sehingga dinamakan “ilmu Makki dan Madani”.[12]
1.
Faedah Mengetahui Makki dan Madani
Pengetahuan tentang makki dan madani banyak faedahnya,
diantaranya:[13]
a.
Untuk
dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Qur’an, sebab pengetahuan tentang
turunnya ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan
tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan ialah pengertian umum
lafadz, ukan sebab yang khusus.
b.
Meresapi
gaya bahasa Qur’an dan memanfaatnya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah,
sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri.
c.
Mengetahui
sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur’an sebab turunnya wahyu kepada
Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah
dengn segala peristiwanya, baik pada periode mekkah maupun madinah, dari sejak
ayat pertama turun sampai ayat terakhir diturunkan.
2.
Pengetahuan Tentang Makki dan Madani Serta Perbedaanya
Untuk menentukan makki dan madani para ulama bersandar
pada dua cara utama sima’i Naqli (pendengaran
seperti apa adanya) dan Qiyasi Ijtihadi
(kias hasil Ijtiad). Cara pertama didasarkan pada riwayat sahih dari para
sahabat yang hidup pada saat menyaksikan turunnya wahyu dan dari para tabi’in
yang mendengar dari para sahabat tentang peristiwa turunnya wahyu.
Cara Qiyasi
Ijtihadi didasarkan pada ciri Makki dan Madani. Para ahli mengatakan,
”setiap surah yang didalamnya mengandung kisah para nabi dan umat-umat
terdahulu, maka surah itu adalah Makki, dan setiap surah yang didalamnya
mengandung kewajiban atau ketentuan, surah itu adalah Madani.[14]
Untuk membedakan Makki dengan Madani, para ulama’
mempunyai tiga macam pandangan dan masing-masing mempunyai dasarnya sendiri.
a.
Dari
segi waktu turunnya
Makki adalah Surah atau Ayat yang diturunkan sebelum
Hijrah walaupun bukan di Mekkah. Madani adalah wahyu yang diturunkan sesudah
Hijrah sekalipun bukan di Madinah. pendapat ini mengakibatkn Wahyu yang
diturunkan setelah Hijrah sekalipun di Mekkah atau Arafah adalah Madani seperti
wahyu yang diturunkan pada tahun penaklukan kota Mekkah.[15]
b.
Dari
segi tempat turunnya
Makki adalah Surah atau Ayat yang turun di Mekkah dan sekitarnya
seperti Mina, Arafah dan Udaibiyah. Madani ialah wahyu yang turun di Madinah
dan sekitarnya seperti Uhud, Quba dan Sil’. pendapat ini mengakibatkan tidak
adanya pembagian secara konkrit, seperti surah yang turun di Tabuk atau di
Baitul Makdis yang tidak tergolong dalam Makki ataupun Madani. selain itu
pendapat ini menjadikan surat yang turun di Mekkah setelah Hijrah disebut
Makki.[16]
c.
Dari
segi sasarannya
Makki adalah Surah atau Ayat yang seruannya ditujukan
kepada penduduk Mekkah dan Madani adalah wahyu yang seruannya ditujukan kepada
penduduk Madinah. berdasarkan pendapat ini, surah yang megandung kata- kata â ¨$¨Y9$# $pkr'¯»t adalah Makki dan (#qãZtB#uäúïÏ%©!$# $ygr'¯»t adalah Madani. Namun
melalui pengamatan yang cermat, nampak bagi kita bahwa kebanyakan surah Qur’an
dibuka dengan salah satu seruan itu. ketentuan yang demikian itupun tidak
konsisten sehingga banyak terdapat surah Madani yang berwalan dengan seruan â ¨$¨Y9$# $pkr'¯»t dan surah Makki yang
berawalan dengan seruan (#qãZtB#uäúïÏ%©!$# $ygr'¯»t .[17]
3.
Ciri-Ciri Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Para ulama’ telah meneliti surat-surat Makkiyah Madaniyah
dan menyimpulkan beberapa ketentuan analogis bagi keduanya, yang menerangkan
ciri-ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang dibicarakannya. Dari
situ mereka dapat menghasilkan kaidah-kaidah dengan ciri-ciri tersebut.
Ciri-ciri ayat dan surah Makkiyah sebagai berikut:
a.
Surah
dan ayat Makkiyah umumnya pendek.
b.
Surah
dan ayat Makkiyah umumnya diawali dengan ¨$¨Y9$# $pkr'¯»t.
c.
Surah
dan ayat Makkiyah umumnya berbicara tentang ketauhidan.
d.
Setiap
surah yang mengandung ayat “sajdah” adalah Surah atau ayat Makkiyah.
e.
Setiap
surah yang mengandung lafadz “kalla” adalah Surah atau ayat Makkiyah.
f.
Setiap
surah yang mengandung kisah para nabi umat terdahulu adalah Makkiyah, kecuali
surat Al Baqarah.
g.
Setiap
surah yang mengandung kisah Adam dan iblis adalah Makkiyah, kecuali surat Al
Baqarah.
h.
Setiap
surah yang dibuka dengan huruf-huruf Muqaththa’ah (huruf-huruf singkatan
seperti “alif lam mim”, “alif lam ra”, “ha mim” dll) adalah Makkiyah. Kecuali
surah baqarah dan ali-imran, sedang surat Ra`ad masih diperselisihkan.
Sedangkan, ciri-ciri ayat dan surah Madaniyah sebagai
berikut:
a.
Surah
dan ayat Madaniyah umumnya panjang.
b.
Surah
dan ayat Madaniyah umumnya diawali dengan (#qãZtB#uäúïÏ%©!$# $ygr'¯»t.
c.
Surah
dan ayat Madaniyah umumnya berisi seruan kepada ahli kitab dari kalangan Yahudi
dan Nasrani untuk masuk Islam.
d.
Surah
dan ayat Madaniyah umumnya berbicara tentang kemasyarakatan, ibadah, muamalah,
kekeluargaan, had, warisan, jihad maupun perang.
e.
Setiap
surah Madaniyah berisi kewajiban atau had (sanksi).
f.
Setiap
surah yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah Madani, kecuali
surah Al-‘Ankabut.
g.
Setiap
surah yang didalamnya terdapat dialog dengan ahli kitab adalah Madani.
4.
Ayat-Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Ayat-ayat makkiyah turun selama 12 tahun 5 bulan dan 13
hari. Tepatnya mulai 17 Ramadhan tahun 41 hingga awal hingga awal Robi’ul Awal
tahun 54 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Perbandingan juz yang diturunkan di
Mekkah berkisar 19/30 dan yang diturunkan di Madinah berkisar 11/30.[18]
Ada pendapat yang paling mendekati kebenaran tentang
kalangan surah-surah makkiyah dan Madaniyah ialah bahwa Madaiyah ada 20 surah,
yaitu Al-Baqarah, Ali ‘Imron, An-Nisa’, Al-Ma’idah, Al-Anfal, At-Taubah,
An-Nur, Al-Ahzab, Muhammad, Al-Fath, Al-Hujarat, Al-Hadid, Al-Mujadalah,
Al-Hasyr, Al-Mumtahanah, Al-Jumu’ah, Al-Munafiqun, At-talaq, At-Tahrim dan
An-Nasr.
Sedangkan yang sedang diperselisihkan ada 12 surah, yaitu
Al-fatihah, Ar-Ra’d, Ar-Rahman, As-Saff, At-Tagabun, At-Tatfif, Al-Qadar,
Al-Bayyinah, Az-Zalzalah, Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas.
Selain yang disebutkan di atas adalah Makki, yaitu 82
surah. Maka jumlah total surah-surah Qur’an itu semuanya seratus empat belas
Surah.[19]
Dari pembagian surah-surah diatas, tidak semua surah Makkiyah adalah ayat
Makkiyah dan begitu pula Madaniyyah. Banyak ayat Makkiyah yang terdapat dalam
surah Madaniyah dan sebaliknya. Ada pula surah yang diturunkan di Madinah
dilihat dari segi turunnya, tetapi seruannya untuk orang Musyrik di Mekkah.
BAB 3
PENUTUP
I.
KESIMPULAN
1. Pewahyuan
Al-Qur’an
Rasul kita Muhammad SAW bukanlah rasul pertama yang
diberi wahyu. Wahyu yang diturunkan kepada Muhammad itu bukanlah suatu hal yang
menimbulkan rasa heran.
a.
Pengertian
Wahyu: wahyu adalah pengetahuan yang didapat seseorang didalam dirinya serta
diyakininya bahwa pengetahuan itu datang dari Allah, baik dengan perantara,
dengan suara atau tanpa suara, maupun tanpa perantara.
b.
Wahyu
Al-Qur’an: Al-qur’an secara keseuruhan diturunkan dalam bentuk wahyu. Sehingga
dapat dikatakan bahwa Al-qur’an merupakan wahyu yang paling tinggi.
c.
Kebenaran
Al-Qur’an: Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Al-qur’an sepenuhnya berasal
dari Tuhan dan tidak ada sedikitpun campur tangan Nabi Muhammad SAW. Allah
bahkan mengancam Nabi Muhammad apabila beliau mengada-ada isi di dalam
Al-Qur’an.
d.
Pengingkaran
wahyu: Orang-orang jahilliyah selalu berusaha untuk menimbulkan keraguan
mengenai wahyu dengan sikap keras kepala dan sombong.
2. Makkiyah
Madaniyah
Agak sulit melacak dan mengidentifikasi scara pasti
ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah karena urutan tertib ayat tidak mengikuti
kronologi turunnya ayat, tetapi berdasar petunjuk nabi.
a.
Faedah
mengetahui Makki dan Madani: untuk dijadikan alat penafsirkan Qur’an, meresapi
gaya bahasa Qur’an, mengetahui sejarah hidup Nabi.
b.
Makki
dan Madani serta perbedaanya: terdapat tiga macam pandangan yaitu Dari segi
waktu turunnya, Dari segi tempet turunnya, Dari segi sasarannya.
c.
Ciri-ciri
ayat Makkiyah dan Madaniyah: Para ulama’ telah meneliti surat-surat Makkiyah
Madaniyah dan menyimpulkan beberapa ketentuan analogis bagi keduanya, yang
menerangkan ciri-ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang
dibicarakannya.
d.
Ayat-ayat
Makkiyah dan Madaniyah: makkiyah mempunyai 82 surah, madaniyah memiliki 20
surah dan 12 surah masih dalam perdebatan.
REFERENSI
Al-Qur’an Al-Karim
M. Quraish Shihab dkk., Sejarah dan Ulum Al-Qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001
Manna Khalil Al-Qattan, penerj. Mudzakir AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Litera
Antarnusa, Jakarta, 1996
Subhi Al-shalih, Membahas
Ilmu-Ilmu Al-qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1995
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan pengantar ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Bulan Bintang, 1980
[1] Manna Khalil Al-Qattan, penerj. Mudzakir
AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Litera
Antarnusa, Jakarta, 1996, cet. 3, hal. 34-35
[2] M. Quraish Shihab dkk., Sejarah dan Ulum Al-Qur’an, Pustaka Firdaus,
Jakarta, 2001, hal. 48
[3] Subhi Al-shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1995, cet.
5, hal. 22
[4] Q.S. Al-Syu’ra/42: 51
[5] T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan pengantar ilmu Al-Qur’an/Tafsir,
Bulan Bintang, 1980, cet. 8, hal. 27
[6] M. Quraish Shihab dkk., Sejarah dan Ulum Al-Qur’an, Op.Cit.,
hal. 50
[7] Q.S. Al-Syu’ara’/26: 192-196
[8] M. Quraish Shihab dkk., Sejarah dan Ulum Al-Qur’an, Loc.Cit.
[9] Q.S. Al-Haqqah/69: 43-47
[10] Q.S. Al-Hijr/15: 9
[11] Manna Khalil Al-Qattan, penerj. Mudzakir
AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Op.Cit.,
hal. 50
[12] Manna Khalil Al-Qattan, penerj. Mudzakir
AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Ibid.,
hal. 73
[13] Ibid., hal. 81
[14] Ibid., hal. 83
[15] Ibid.
[16] Ibid., hal. 84
[17] Ibid.
[18] M. Quraish Shihab dkk., Sejarah dan Ulum Al-Qur’an, Op.Cit.,
hal. 64
[19] Manna Khalil Al-Qattan, penerj. Mudzakir
AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Op.Cit.,
hal. 74
Tidak ada komentar:
Posting Komentar