Minggu, 16 September 2012

pewahyuan Al-qur'an dan makkiyah madaniyah


BAB 1
PENDAHULUAN
I.          PERMASALAHAN
Perkembangan ilmiah telah maju dengan pesat dan cahayanya pun telah menyapu segala keraguan yang selama ini merayap dalam diri manusia mengenai roh yang ada di balik materi. Ilmu matrealistis yang metakkan sebagian besar yang ada dibawah percobaan dan eksperimen percaya terhadap dunia Ghoib yang berada dibalik dunia nyata ini, dan percaya pula bahwa alam Ghaoib itu lebih rumit dan lebih dalam dari pada alam nyata dan sebagian penenemuan modern yang membimbing pikiran manusia menyembunyikan rahasia yang samar yang hakikatnya tidak bisa dipahami oleh ilmu itu sendiri.
perkembangan ilmiyah yang dimaksudkan dri pendahuluan di atas adalah Al-Qur’an yang mnjadi cahaya terang untuk keidupan manusia didunia. Dari pendahuluan di atas kami mencoba untuk mempelajari tentang pewahyuan Al-Qur’an dan Makkiyah Madaniyyah agar dapat membantu pemahaman kita tentang kebenarannya.
II.       RUMUSAN MASALAH
Melirik dari judul makalah yang akan dipresentasikan, kami berusaha untuk tidak melenceng dari apa yang  akan kami bahas. berikut rumusan masalah:
1.      Pewahyuan Al-Qur’an
a.       Pengertian wahyu
b.      Wahyu Al-Qur’an
c.       Kebenaran Al-Qur’an
d.      Keraguan orang-orang yang ingkar terhadap wahyu
2.      Makkiyah dan Madaniyah
a.       Faedah mengetahui makki dan madani
b.      Makki dan Madani serta perbedaanya
c.       Ciri-ciri ayat Makkiyah dan Madaniyah
d.      Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah


BAB 2
PEWAHYUAN AL-QUR’AN
DAN MAKKIYAH MADANIYAH

I.          PEWAHYUAN AL-QUR’AN
Rasul kita Muhammad SAW bukanlah rasul pertama yang diberi wahyu. Allah juga telah memberikan wahyu kepada rasul-rasul sebelumnya. seperti wahyu yang diturunkan kepadanya pada (QS4. An Nisaa' ayat 163-164)
!$¯RÎ) !$uZøym÷rr& y7øs9Î) !$yJx. !$uZøym÷rr& 4n<Î) 8yqçR z`¿ÍhÎ;¨Z9$#ur .`ÏB ¾ÍnÏ÷èt/ 4 !$uZøŠym÷rr&ur #n<Î) zOŠÏdºtö/Î) Ÿ@ŠÏè»yJóÎ)ur t,»ysóÎ)ur z>qà)÷ètƒur ÅÞ$t6óF{$#ur 4Ó|¤ŠÏãur z>qƒr&ur }§çRqãƒur tbr㍻ydur z`»uKøn=ßur 4 $oY÷s?#uäur yŠ¼ãr#yŠ #Yqç/y ÇÊÏÌÈ   Wxßâur ôs% öNßg»oYóÁ|Ás% šøn=tã `ÏB ã@ö6s% Wxßâur öN©9 öNßgóÁÝÁø)tR šøn=tã 4 zN¯=x.ur ª!$# 4ÓyqãB $VJŠÎ=ò6s? ÇÊÏÍÈ  
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur kepada Daud. Dan (kami telah mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan Rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.”
Dengan demikian, maka Wahyu yang diturunkan kepada Muhammad itu bukanlah suatu hal yang menimbulkan rasa heran. Oleh sebab itu Allah mengingkari rasa heran ini bagi orang-orang yang berakal.[1]

1.      Pengertian Wahyu
Wahyu secara sistematik berarti “isyarat yang cepat (termasuk bisikan di dalam hati/ilham), surat, tulisan dan sesuatu yang disampaikan kepada orang lain untuk diketahui. Di Al-Qur’an sendiri wahyu digunakan dalam beberapa pengertian, seperti “isyarat” (Q.S. Maryam/9: 11), “pemberitahuan secara rahasia” (Q.S. Al-An’am/6: 112), “perundingan yang jahat dan bersifat rahasia” (Q.S. Al-An’am/6: 121), “ilham yang diberikan kepada binatang” (Q.S. An-Nahl/16: 68) dan “ ilham yang diberikan kepada Manusia” (Q.S. Al-Qashash/28: 7).[2]
Secara etimologi, wahyu adalah pengetahuan yang didapat seseorang didalam dirinya serta diyakininya bahwa pengetahuan itu datang dari Allah, baik dengan perantara, dengan suara atau tanpa suara, maupun tanpa perantara. Dengan kata lain, pengertian wahyu secara istilah dengan pengertia bahasa sangatlah berbeda. Jadi, wahyu tidak sama dengan ilham, kasyaf (peglihatan batin), perasaan dalam jiwa dan lain sebagainya.[3]
Dalam pengertian ini, dapat dilhat dalam firman Allah Q.S. Al-Syu’ra/42: 51 sebagai berikut:
$tBur tb%x. AŽ|³u;Ï9 br& çmyJÏk=s3ムª!$# žwÎ) $·ômur ÷rr& `ÏB Ç!#uur A>$pgÉo ÷rr& Ÿ@Åöãƒ Zwqßu zÓÇrqãsù ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ $tB âä!$t±o 4 ¼çm¯RÎ) ;Í?tã ÒOŠÅ6ym ÇÎÊÈ
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir*, atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”[4]
*Di belakang tabir artinya ialah seorang dapat mendengar kalam Ilahi akan tetapi Dia tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi kepada Nabi Musa a.s.
Dari firman diatas dapat dikeahui bahwa wahyu yang dikaruniakan kepada manusia ada tiga macam:
a.       Pewahyuan yang pertama adalah wahyu dalam arti bahasanya yang asli, yaitu isyarat yang cepat. Dalam hal ini, wahyu adalah kebenaran yang disampaikan dalam kalbu atau jiwa seseorang tanpa terlebih dahulu timbul pemikiran dan kebenaran itu menjadi terang bagi yang bersangkutan.[5]
b.      Pewahyuan yang kedua adalah dari belakang tirai, artinya kalam Allah yang disampaikan kepada seorang nabi dari belakang hijab, sebagaimana Allah memanggil nabi Musa dari belakang sebuah pohon dan ia mendengar panggilan itu.
c.       Pewahyuan yang ketiga adalah pengkabaran dari Tuhan melalui utusan (malaikat Jibril). Pewahyuan ini adalah bentuk whyu yang paling tinggi.

2.      Wahyu Al-Qur’an
Al-qur’an secara keseuruhan diturunkan dalam bentuk wahyu. Artinya, Al-Qur’an tidak mengandung wahyu lain, sehingga dapat dikatakan bahwa Al-qur’an merupakan wahyu yang paling tinggi. [6]Dalam Q.S. Al-Syu’ara’/26: 192-196 Allah berfirman:
¼çm¯RÎ)ur ã@ƒÍ\tGs9 Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÒËÈ   tAttR ÏmÎ/ ßyr9$# ßûüÏBF{$# ÇÊÒÌÈ   4n?tã y7Î7ù=s% tbqä3tGÏ9 z`ÏB tûïÍÉZßJø9$# ÇÊÒÍÈ   Ab$|¡Î=Î/ <cÎ1ttã &ûüÎ7B ÇÊÒÎÈ   ¼çm¯RÎ)ur Å"s9 ̍ç/ã tûüÏ9¨rF{$# ÇÊÒÏÈ  
“Dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang jelas. Dan Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar (tersebut) dalam Kitab-Kitab orang yang dahulu.”[7]

3.      Kebenaran Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Al-qur’an sepenuhnya berasal dari Tuhan dan tidak ada sedikitpun campur tangan Nabi Muhammad SAW. Allah bahkan mengancam Nabi Muhammad apabila beliau mengada-ada isi di dalam Al-Qur’an.[8] Dalam Q.S. Al-Haqqah/69: 43-47 Allah berfirman:
×@ƒÍ\s? `ÏiB Éb>§ tûüÏHs>»yèø9$# ÇÍÌÈ   öqs9ur tA§qs)s? $oYøn=tã uÙ÷èt/ È@ƒÍr$s%F{$# ÇÍÍÈ   $tRõs{V{ çm÷ZÏB ÈûüÏJuø9$$Î/ ÇÍÎÈ   §NèO $uZ÷èsÜs)s9 çm÷ZÏB tûüÏ?uqø9$# ÇÍÏÈ   $yJsù Oä3ZÏB ô`ÏiB >tnr& çm÷Ztã tûïÌÉf»ym ÇÍÐÈ  
“Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. Seandainya Dia (Muhammad) Mengadakan sebagian Perkataan atas (nama) Kami. Niscaya benar-benar Kami pegang Dia pada tangan kanannya*. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu.”[9]
*Maksudnya: Kami beri tindakan yang sekeras-kerasnya.
Sementara itu, Nabi sendiri juga melarang para sahabat menulis teks-teks selain Al-qur’an, larangan itu dimaksudkan agar ayat-ayat Al-Qur’an tidak bercampur dengan teks-teks lain terutama hadits Nabi.
Terpeliharanya keaslian kitab suci Al-Qur’an itu sesuai dengan penegasan Allah SWT sendiri di dalam Q.S. Al-Hijr/15: 9 sebagai berikut:
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ  
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya*.”[10]
*Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.
4.      Keraguan Orang-Orang yang Ingkar Terhadap Wahyu
Orang-orang jahilliyah baik yang lama maupun yang modern selalu berusaha untuk menimbulkan keraguan mengenai wahyu dengan sikap keras kepala dan sombong. Keraguan demikian itu lemah sekali dan tidak dapat diterima.[11]
a.       mereka mengira bahwa Al-Qur’an berasal dari pribadi Nabi Muhammad (dengan menciptakan maknanya dan dia sendiri pula yang menyusun “bentuk gaya bahasanya”), Qur’an itu bukanlah wahyu. Ini adalah sangkaan yang batil.
b.      orang-orang Jahilliayah dahulu dan sekarang, menyangka bahwa Rasulullah SAW mempunyai ketajaman otak, kedalaman penglihatan, ketajaman firasat, kecerdikan yang hebat, kejernihan jiwa dan renungan yang benar, yang menjadikannya memahami ukuran-ukuran yang baik dan yang buruk, benar dan salah melalui ilham (inspirai), serta mngenali perkara-perkara yang rumit, sehingga Al-Qur’an itu tidak lain adalah hasil penalaran intelektual dan pemahaman yang diungkap Muhammad SAW dengan gaya bahasa dan retorikanya.
c.       orang-orang Jahilliyah dahulu dan sekarang menyangka bahwa Muhammad telah menerima ilmu-ilmu Qur’an dari seorag guru.

II.       MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Agak sulit melacak dan mengidentifikasi scara pasti ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah karena urutan tertib ayat tidak mengikuti kronologi turunnya ayat, tetapi berdasar petunjuk nabi. Koleksi Mushaf para sahabat yang awalnya ditulis berdasarkan urutan kronologi turunnya ayat, semuanya telah dibakar setelah tim penyusun Al-Qur’an yang dibentuk Utsman menyelesaikan tugasnya. pembakaran Mushaf para sahabat ini dianggap sebagai kerugian intelektual karena dengan demikian menjadi sulit melacak kronologi ayat berdasar waktu turunnya.
Yang terpenting dipelajari para ulama’ dlam pembahasan kali ini adalah surah yang diturnkan di Mekkah, surah yang diturunkan di Madinah, yang diperseliihkan, ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, surah yang diturunkan di Mekkah tapi hukumnya Madani, surat yang diturunkan di Madinah tapi hukumnya Makki, yang serupa diturunkan di Mekkah (Makki) dalam kelompok Madani, yang serupa diturunkan di Madinah (Madani) dalam kelompok Makki, yang dibawa dari Mekkah ke Madinah, yang dibawa dari Madinah ke Mekkah, yang diturunkan pada waktu malam dan siang, yang iturunkan pada musim panas dan dingin, yang diturunkan pada waktu menetap dan perjalanan. Inilah macam-macam ilmu Al-Qur’an yang pokok, sehingga dinamakan “ilmu Makki dan Madani”.[12]
1.      Faedah Mengetahui Makki dan Madani
Pengetahuan tentang makki dan madani banyak faedahnya, diantaranya:[13]
a.       Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Qur’an, sebab pengetahuan tentang turunnya ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan ialah pengertian umum lafadz, ukan sebab yang khusus.
b.      Meresapi gaya bahasa Qur’an dan memanfaatnya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri.
c.       Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur’an sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan  sejarah dakwah dengn segala peristiwanya, baik pada periode mekkah maupun madinah, dari sejak ayat pertama turun sampai ayat terakhir diturunkan.
2.      Pengetahuan Tentang Makki dan Madani Serta Perbedaanya
Untuk menentukan makki dan madani para ulama bersandar pada dua cara utama sima’i Naqli (pendengaran seperti apa adanya) dan Qiyasi Ijtihadi (kias hasil Ijtiad). Cara pertama didasarkan pada riwayat sahih dari para sahabat yang hidup pada saat menyaksikan turunnya wahyu dan dari para tabi’in yang mendengar dari para sahabat tentang peristiwa turunnya wahyu.
Cara Qiyasi Ijtihadi didasarkan pada ciri Makki dan Madani. Para ahli mengatakan, ”setiap surah yang didalamnya mengandung kisah para nabi dan umat-umat terdahulu, maka surah itu adalah Makki, dan setiap surah yang didalamnya mengandung kewajiban atau ketentuan, surah itu adalah Madani.[14]
Untuk membedakan Makki dengan Madani, para ulama’ mempunyai tiga macam pandangan dan masing-masing mempunyai dasarnya sendiri.
a.       Dari segi waktu turunnya
Makki adalah Surah atau Ayat yang diturunkan sebelum Hijrah walaupun bukan di Mekkah. Madani adalah wahyu yang diturunkan sesudah Hijrah sekalipun bukan di Madinah. pendapat ini mengakibatkn Wahyu yang diturunkan setelah Hijrah sekalipun di Mekkah atau Arafah adalah Madani seperti wahyu yang diturunkan pada tahun penaklukan kota Mekkah.[15]
b.      Dari segi tempat turunnya
Makki adalah Surah atau Ayat yang turun di Mekkah dan sekitarnya seperti Mina, Arafah dan Udaibiyah. Madani ialah wahyu yang turun di Madinah dan sekitarnya seperti Uhud, Quba dan Sil’. pendapat ini mengakibatkan tidak adanya pembagian secara konkrit, seperti surah yang turun di Tabuk atau di Baitul Makdis yang tidak tergolong dalam Makki ataupun Madani. selain itu pendapat ini menjadikan surat yang turun di Mekkah setelah Hijrah disebut Makki.[16]
c.       Dari segi sasarannya
Makki adalah Surah atau Ayat yang seruannya ditujukan kepada penduduk Mekkah dan Madani adalah wahyu yang seruannya ditujukan kepada penduduk Madinah. berdasarkan pendapat ini, surah yang megandung kata- kata  â ¨$¨Y9$# $pkšr'¯»tƒ adalah Makki dan  š (#qãZtB#uäúïÏ%©!$# $ygƒr'¯»tƒ adalah Madani. Namun melalui pengamatan yang cermat, nampak bagi kita bahwa kebanyakan surah Qur’an dibuka dengan salah satu seruan itu. ketentuan yang demikian itupun tidak konsisten sehingga banyak terdapat surah Madani yang berwalan dengan seruan â ¨$¨Y9$# $pkšr'¯»tƒ dan surah Makki yang berawalan dengan seruan (#qãZtB#uäúïÏ%©!$# $ygƒr'¯»tƒ .[17]

3.      Ciri-Ciri Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Para ulama’ telah meneliti surat-surat Makkiyah Madaniyah dan menyimpulkan beberapa ketentuan analogis bagi keduanya, yang menerangkan ciri-ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang dibicarakannya. Dari situ mereka dapat menghasilkan kaidah-kaidah dengan ciri-ciri tersebut.
Ciri-ciri ayat dan surah Makkiyah sebagai berikut:
a.       Surah dan ayat Makkiyah umumnya pendek.
b.      Surah dan ayat Makkiyah umumnya diawali dengan  ¨$¨Y9$# $pkšr'¯»tƒ.
c.       Surah dan ayat Makkiyah umumnya berbicara tentang ketauhidan.
d.      Setiap surah yang mengandung ayat “sajdah” adalah Surah atau ayat Makkiyah.
e.       Setiap surah yang mengandung lafadz “kalla” adalah Surah atau ayat Makkiyah.
f.       Setiap surah yang mengandung kisah para nabi umat terdahulu adalah Makkiyah, kecuali surat Al Baqarah.
g.      Setiap surah yang mengandung kisah Adam dan iblis adalah Makkiyah, kecuali surat Al Baqarah.
h.      Setiap surah yang dibuka dengan huruf-huruf Muqaththa’ah (huruf-huruf singkatan seperti “alif lam mim”, “alif lam ra”, “ha mim” dll) adalah Makkiyah. Kecuali surah baqarah dan ali-imran, sedang surat Ra`ad masih diperselisihkan.
Sedangkan, ciri-ciri ayat dan surah Madaniyah sebagai berikut:
a.       Surah dan ayat Madaniyah umumnya panjang.
b.      Surah dan ayat Madaniyah umumnya diawali dengan  (#qãZtB#uäúïÏ%©!$# $ygƒr'¯»tƒ.
c.       Surah dan ayat Madaniyah umumnya berisi seruan kepada ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani untuk masuk Islam.
d.      Surah dan ayat Madaniyah umumnya berbicara tentang kemasyarakatan, ibadah, muamalah, kekeluargaan, had, warisan, jihad maupun perang.
e.       Setiap surah Madaniyah berisi kewajiban atau had (sanksi).
f.       Setiap surah yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah Madani, kecuali surah Al-‘Ankabut.
g.      Setiap surah yang didalamnya terdapat dialog dengan ahli kitab adalah Madani.
4.      Ayat-Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Ayat-ayat makkiyah turun selama 12 tahun 5 bulan dan 13 hari. Tepatnya mulai 17 Ramadhan tahun 41 hingga awal hingga awal Robi’ul Awal tahun 54 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Perbandingan juz yang diturunkan di Mekkah berkisar 19/30 dan yang diturunkan di Madinah berkisar 11/30.[18]
Ada pendapat yang paling mendekati kebenaran tentang kalangan surah-surah makkiyah dan Madaniyah ialah bahwa Madaiyah ada 20 surah, yaitu Al-Baqarah, Ali ‘Imron, An-Nisa’, Al-Ma’idah, Al-Anfal, At-Taubah, An-Nur, Al-Ahzab, Muhammad, Al-Fath, Al-Hujarat, Al-Hadid, Al-Mujadalah, Al-Hasyr, Al-Mumtahanah, Al-Jumu’ah, Al-Munafiqun, At-talaq, At-Tahrim dan An-Nasr.
Sedangkan yang sedang diperselisihkan ada 12 surah, yaitu Al-fatihah, Ar-Ra’d, Ar-Rahman, As-Saff, At-Tagabun, At-Tatfif, Al-Qadar, Al-Bayyinah, Az-Zalzalah, Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas.
Selain yang disebutkan di atas adalah Makki, yaitu 82 surah. Maka jumlah total surah-surah Qur’an itu semuanya seratus empat belas Surah.[19] Dari pembagian surah-surah diatas, tidak semua surah Makkiyah adalah ayat Makkiyah dan begitu pula Madaniyyah. Banyak ayat Makkiyah yang terdapat dalam surah Madaniyah dan sebaliknya. Ada pula surah yang diturunkan di Madinah dilihat dari segi turunnya, tetapi seruannya untuk orang Musyrik di Mekkah.


BAB 3
PENUTUP
I.          KESIMPULAN
1.      Pewahyuan Al-Qur’an
Rasul kita Muhammad SAW bukanlah rasul pertama yang diberi wahyu. Wahyu yang diturunkan kepada Muhammad itu bukanlah suatu hal yang menimbulkan rasa heran.
a.       Pengertian Wahyu: wahyu adalah pengetahuan yang didapat seseorang didalam dirinya serta diyakininya bahwa pengetahuan itu datang dari Allah, baik dengan perantara, dengan suara atau tanpa suara, maupun tanpa perantara.
b.      Wahyu Al-Qur’an: Al-qur’an secara keseuruhan diturunkan dalam bentuk wahyu. Sehingga dapat dikatakan bahwa Al-qur’an merupakan wahyu yang paling tinggi.
c.       Kebenaran Al-Qur’an: Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Al-qur’an sepenuhnya berasal dari Tuhan dan tidak ada sedikitpun campur tangan Nabi Muhammad SAW. Allah bahkan mengancam Nabi Muhammad apabila beliau mengada-ada isi di dalam Al-Qur’an.
d.      Pengingkaran wahyu: Orang-orang jahilliyah selalu berusaha untuk menimbulkan keraguan mengenai wahyu dengan sikap keras kepala dan sombong.
2.      Makkiyah Madaniyah
Agak sulit melacak dan mengidentifikasi scara pasti ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah karena urutan tertib ayat tidak mengikuti kronologi turunnya ayat, tetapi berdasar petunjuk nabi.
a.       Faedah mengetahui Makki dan Madani: untuk dijadikan alat penafsirkan Qur’an, meresapi gaya bahasa Qur’an, mengetahui sejarah hidup Nabi.
b.      Makki dan Madani serta perbedaanya: terdapat tiga macam pandangan yaitu Dari segi waktu turunnya, Dari segi tempet turunnya, Dari segi sasarannya.
c.       Ciri-ciri ayat Makkiyah dan Madaniyah: Para ulama’ telah meneliti surat-surat Makkiyah Madaniyah dan menyimpulkan beberapa ketentuan analogis bagi keduanya, yang menerangkan ciri-ciri khas gaya bahasa dan persoalan-persoalan yang dibicarakannya.
d.      Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah: makkiyah mempunyai 82 surah, madaniyah memiliki 20 surah dan 12 surah masih dalam perdebatan.


REFERENSI

Al-Qur’an Al-Karim
M. Quraish Shihab dkk., Sejarah dan Ulum Al-Qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001
Manna Khalil Al-Qattan, penerj. Mudzakir AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Litera Antarnusa, Jakarta, 1996
Subhi Al-shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1995
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan pengantar ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Bulan Bintang, 1980



[1] Manna Khalil Al-Qattan, penerj. Mudzakir AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Litera Antarnusa, Jakarta, 1996, cet. 3, hal. 34-35
[2] M. Quraish Shihab dkk., Sejarah dan Ulum Al-Qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001, hal. 48
[3] Subhi Al-shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1995, cet. 5, hal. 22
[4] Q.S. Al-Syu’ra/42: 51
[5] T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan pengantar ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Bulan Bintang, 1980, cet. 8, hal. 27
[6] M. Quraish Shihab dkk., Sejarah dan Ulum Al-Qur’an, Op.Cit., hal. 50
[7] Q.S. Al-Syu’ara’/26: 192-196
[8] M. Quraish Shihab dkk., Sejarah dan Ulum Al-Qur’an, Loc.Cit.
[9] Q.S. Al-Haqqah/69: 43-47
[10] Q.S. Al-Hijr/15: 9
[11] Manna Khalil Al-Qattan, penerj. Mudzakir AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Op.Cit., hal. 50
[12] Manna Khalil Al-Qattan, penerj. Mudzakir AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Ibid., hal. 73
[13] Ibid., hal. 81
[14] Ibid., hal. 83
[15] Ibid.
[16] Ibid., hal. 84
[17] Ibid.
[18] M. Quraish Shihab dkk., Sejarah dan Ulum Al-Qur’an, Op.Cit., hal. 64
[19] Manna Khalil Al-Qattan, penerj. Mudzakir AS., Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Op.Cit., hal. 74

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

daftar populer